[Garis Horizon] Madrasah Tsanawiyah (disingkat MTs) adalah jenjang dasar pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah pertama, yang pengelolaannya dilakukan oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah tsanawiyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. bla.. bla.. bla..
kalo mau lanjut baca tentang Madrasah Tsanawiyah, klik aja wikipedianya di sini. saya hanya akan bercerita sedikit tentang sekolah agama sederajat SMP *begitu saya menyebutnya* itu.
saya pernah bersekolah tiga tahun di MTs Negeri Subang. sesaat setelah lulus SD, orang tua langsung mendaftarkan saya ke sekolah itu. "biar paham agama" kata bapak saya waktu itu.
hari pendaftaran dipagi hari sepi. cuman ada saya dan tiga orang lainnya yang duduk menunggu didaftarkan orang tuanya masing-masing. tanpa testing, tanpa wawancara, dan tanpa ada kesulitan sama sekali. saya langsung berstatus siswa MTs Negeri Subang saat itu juga. hmmm
saya masih keliling-keliling sendirian liat-liat bangunan yang nantinya akan saya gunakan sebagai tempat belajar saya selama tiga tahun itu. dan bapak saya sudah pulang duluan. sebagai PNS ia mau melanjutkan kerjanya sepertinya.
tepat sebelum jam dua belas. saat saya duduk di teras mushola. tiba-tiba keadaan jadi riuh. ada ratusan calon siswa baru yang ingin mendaftar. "woah hebat, banyak banget peminatnya". batin saya waktu itu.
ironic, mungkin itu kata yang pas setelah mendengar cerita teman-teman sekelas saya setelah beberapa bulan kegiatan belajar mengajar dimulai. mereka bercerita kalau sebenarnya mereka terpaksa masuk MTs. mereka memasukkan MTs kedalam pilihan ketiga mereka saat mendaftar ke sekolah lanjutan tingkat pertama. alias memang tidak ada pilihan lain.
iya, mereka awalnya tidak diterima oleh SMP yang menjadi pilihan pertama mereka. mereka bahkan tidak diterima SMP pilihan keduanya. jadilah MTs sebagai pilihan akhirnya. "daripada gak sekolah" kata teman saya. saya bengong.
dan saya baru ngeh kalau itulah alasan mereka baru mendaftar ke MTs di jam-jam siang mendekati sore.
dan ada satu lagi mindset di kepala orang tua tentang MTs. yaitu sebagai bengkel tempat memperbaiki anaknya yang rusak moral. atau bahasa lembutnya "nakal".
dan asal tau aja wahai orang tua, anggaran daerah yang dialokasiin buat MTs tuh gak sebanyak SMPN populer *setidaknya di tempat saya*. terbukti dengan sedikitnya tenaga guru, bangku reyot, dan atap bocor. HAH!
jadilah MTs itu :
kalo mau lanjut baca tentang Madrasah Tsanawiyah, klik aja wikipedianya di sini. saya hanya akan bercerita sedikit tentang sekolah agama sederajat SMP *begitu saya menyebutnya* itu.
saya pernah bersekolah tiga tahun di MTs Negeri Subang. sesaat setelah lulus SD, orang tua langsung mendaftarkan saya ke sekolah itu. "biar paham agama" kata bapak saya waktu itu.
hari pendaftaran dipagi hari sepi. cuman ada saya dan tiga orang lainnya yang duduk menunggu didaftarkan orang tuanya masing-masing. tanpa testing, tanpa wawancara, dan tanpa ada kesulitan sama sekali. saya langsung berstatus siswa MTs Negeri Subang saat itu juga. hmmm
saya masih keliling-keliling sendirian liat-liat bangunan yang nantinya akan saya gunakan sebagai tempat belajar saya selama tiga tahun itu. dan bapak saya sudah pulang duluan. sebagai PNS ia mau melanjutkan kerjanya sepertinya.
tepat sebelum jam dua belas. saat saya duduk di teras mushola. tiba-tiba keadaan jadi riuh. ada ratusan calon siswa baru yang ingin mendaftar. "woah hebat, banyak banget peminatnya". batin saya waktu itu.
***
ironic, mungkin itu kata yang pas setelah mendengar cerita teman-teman sekelas saya setelah beberapa bulan kegiatan belajar mengajar dimulai. mereka bercerita kalau sebenarnya mereka terpaksa masuk MTs. mereka memasukkan MTs kedalam pilihan ketiga mereka saat mendaftar ke sekolah lanjutan tingkat pertama. alias memang tidak ada pilihan lain.
iya, mereka awalnya tidak diterima oleh SMP yang menjadi pilihan pertama mereka. mereka bahkan tidak diterima SMP pilihan keduanya. jadilah MTs sebagai pilihan akhirnya. "daripada gak sekolah" kata teman saya. saya bengong.
dan saya baru ngeh kalau itulah alasan mereka baru mendaftar ke MTs di jam-jam siang mendekati sore.
dan ada satu lagi mindset di kepala orang tua tentang MTs. yaitu sebagai bengkel tempat memperbaiki anaknya yang rusak moral. atau bahasa lembutnya "nakal".
dan asal tau aja wahai orang tua, anggaran daerah yang dialokasiin buat MTs tuh gak sebanyak SMPN populer *setidaknya di tempat saya*. terbukti dengan sedikitnya tenaga guru, bangku reyot, dan atap bocor. HAH!
jadilah MTs itu :
- dipenuhi siswa yang bahkan tak ingin belajar di MTs
- dipenuhi siswa yang nakal alias rusak moral
- keterbatasan sarana yang diikuti oleh membludaknya siswa *dimana MTs tidak pernah menolak siswa - lha wong pilihan terakhir*
- banyak siswa yang dikeluarkan ditahun keduanya. *mengacu pada point 1 dan dua*.
well, saya berterima kasih pada orang tua yang memasukkan anaknya ke MTs bukan karena alasan "tidak ada pilihan lain" dan "anaknya rusak moral".
kasian sama gurunya.
bolehlah awalnya MTS perannya seperti itu, malah harus bersyukur apalagi jika akhirnya sekolah tersebut bisa merubah murid-muridnya yang semula berperilaku negatif menjadi perilaku yang positif dan agamis. Dan keyataannya di kota Malang saat ini sekolah-sekolah madrasah sejajar dengan sekolah-sekolah lainnya bahkan ada diantaranya malah menjadi sekolah favorit lo bukan sekolahan alternatif, tak perlu berkecil hati sobat.
BalasHapussalam
met berlibur
BalasHapusSe7 sma koment di atas ane,ga smua mts hanya skdr alternatif,bahkan di daerah ane mts jadi primadona. salam
BalasHapussaya alumni MTsN....
BalasHapussekolahnya tetep keren n bermutu :-D
wah kalau cara pemikiran begitu niat belajar pun sulit didapat, memang kebanyakan anak2 di usia seperti itu pinginnya lebih suka bermain ketimbang bersekolah. Karena belum memahami benar arti dari sekolah tersebut tanpa pengarahan dari para orang tua sebelum memasuki ke jenjang untuk menambah ilmu.
BalasHapusAlangkah baiknya jika kita nanti punya buah hati ajarkanlah apa itu namanya sekolahan.
go mts!!!
BalasHapussebenarnya apa bedanya smp sama MTs si,,
BalasHapusAku pernah lo ngajar dikeduanya dan memang tidak bisa dipungkiri hal-hal tersebut adalah realita itu juga karena anggapan orang Islam sendiri yang menganggap MTS cuma pilihan kedua jika atau pelarian jika nggak ada smp negeri yang nerima anak mereak
BalasHapusSebenarnya jika memang sekolah itu kualitasnya bagus, pasti jadi piliha pertama sob, kayak di solo ada sd islam Al azhar, SD Takmirul yang jadi favorit. Semoga MTs juga bisa menjadi pilihan pertama.
BalasHapusiya,mts g sllu jd plihan alternatif
BalasHapusDrs. Zainal Kepala Sekolah MAN Malang I Jalan Baiduri Bulan Tlogomas, ..sudah lalim ngobrolnya sangat buruk dan menyakitkan. Bagaimana bisa dicontoh dan diikuti oleh guru dan karyawan???
BalasHapusmasi banyak gan buat infonya,.!!!!
BalasHapus