Dermaga Hari Ini
Cerpen Arif Chasanlangkah terhenti disebuah dermaga senja ini. entah bagaimana aku sampai di tempat ini. pantai dengan pasir putih membentang membelah daratan dan laut yang menjingga. suasana sepi cenderung sendu menyelimuti angin sore pesisir ini. indah. seharusnya itu komentarku. tapi pikiranku sedang tidak berada ditempat ini. berjalan mengawang tanpa arah selama tiga jam terakhir berhasil membuatku lelah dan mendudukkan diri di tepi dermaga antah berantah ini.
banyak orang tidak bisa menghargai apa yang sudah dimilikinya. seperti aku. sampai suatu hari, tepatnya hari ini aku kehilangan dia. dia yang benar-benar membuatku merasa berharga.
sampai kemarin, aku selalu berpikir kalau bekerja keras tak kenal waktu adalah hal yang bagus dan membanggakan. kamu tahu kan? bekerja memenuhi tanggung jawab sebagai karyawan dan suami. lembur setiap hari, dipercaya oleh bos dan teman sejawat, selalu jadi pemegang tanggung jawab terbesar dalam suatu proyek. tak ada yang lebih membanggakan dari itu. tapi untuk hari ini, aku menyesal. dan tak pernah semenyesal ini.
ditengah-tengah dera otakku yang mulai tak waras, aku melihat sejoli di dermaga ini. berpegang tangan dan sesekali bertatapan penuh cinta. sungguh aku iri dengan mereka yang bisa menghabiskan senja bersama. berbeda denganku yang baru saja diteriaki dengan kata "cerai" oleh orang yang selama ini aku syukuri telah dapat memilikinya.
aku kembali melirik mereka yang tengah dipeluk asmara. di wajah si lelaki tampak rona bahagia. bahagia karena sudah memiliki si wanita yang kini sedang ada dipelukannya. sedangkan si wanita dengan rambutnya yang tergerai tak henti-hentinya menyunggingkan senyum di bibirnya yang tipis. melihat mereka, aku tersenyum dan berdo'a semoga nasib baik yang akan menyapa mereka diwaktu kemudian. tidak sepertiku yang sudah menelantarkan keluargaku satu-satunya hanya untuk mengejar kebanggaan diri. walaupun pada akhirnya, sepertinya akulah yang menelantarkan diriku sendiri.
bayanganku pada hidup yang sudah berakhir membuatku tak sadar kalau pasangan berbahagia itu sudah tak ada dalam jarak pandangku. aku melihat sekeliling dan hanya melihat tiga orang pemancing tua duduk di tepi dermaga ujung sana. aku bangkit dan menghampiri salah satu pemancing dengan kaos biru dan topi anyam. dia adalah pemancing yang jaraknya paling dekat denganku.
"permisi pak, mau numpang tanya" aku berjongkok disampingnya.
"ada apa dek?"
"bapak tau siapa nama pasangan yang barusan main-main disini?" aku merasa perlu untuk mengetahui nama mereka semenjak mereka sudah meneduhkan hari dimana seharusnya aku benar-benar hancur.
"maksud adek?"
"ituloh pak, perempuan sama laki-laki yang barusan ngabisin waktu disini"
dengan wajah bingung si bapak pemancing melihat sekeliling dan kembali melihat wajahku
"yang bapak liat, dari semenjak adek datang kesini, gak ada siapa-siapa lagi yang datang. disini dari tadi yang ada ya cuman adek, bapak sama dua orang pemancing di seberang sana."
aku tertegun.bingung dan tak mengerti. semuanya tampak berbayang. pada akhirnya, aku tak pernah bisa mengerti arti dari semua kejadian yang terjadi di hari ini.
Susunan katanya bagus, ini beneran fiksi kan ya? Bukan cerai beneran huhu
BalasHapusEnding yang cukup menarik. Tapi sebagai pembaca, saya agak risih dengan EYD-nya. Alangkah baiknya EYD mesti diteliti dan diperbaiki. Agar pembaca bisa dimanjakan.
BalasHapusSalam.
iseng aku ngediti tulisan yah rif *kedip2
BalasHapus1. huruf besar di setiap awal kalimat
2. ditengah-tengah : di tengah-tengah
3. dipelukannya: di pelukannya
4. diwaktu: di waktu
5. disampingnya: di sampingnya
6. dimana: di mana
7. ituloh: itu lho
8. disini: di sini
ah arif itu adlh kenangannya si "aku" sama istrinya dulu pas lagi mesra2an #sotoy
WOHHHHH ngayal apa setan hayooo
BalasHapusWah keren sudah bisa buat cerpen.. salut. Tapi memang perlu diperhatikan lagi cara penulisan yang tepat. Editing dari Annesya itu bener banget. :)
BalasHapus