Satu... dua... tiga...
Sepuluh!
Anak kecil itu membuka matanya sambil berbalik badan segera mencari teman-temannya yang berhamburan bersembunyi di berbagai tempat. Dia menjadi penjaga karena kalah main hom pim pa sebelumnya, tanpa merasa sakit atau berat hati karena berada di posisi kalah. Dia tetap melakukan tugasnya semaksimal mungkin mencari teman temannya yang cekikikan melihat dia kebingungan celingak-celinguk mencari mereka.
Total anak yang bermain berjumlah tujuh orang termasuk dia. Lima orang sudah ketemu dan ditahan olehnya, ternyata dia jago juga dalam melakukan pencarian dalam permainan petak umpet ini. Perkiraan semua orang yang terlibat, permainan ini akan berakhir sebentar lagi.
Langit merah sudah mulai turun di ufuk barat, matahari hampir tenggelam namun satu anak tersisa yang masih bersembunyi masih belum juga diketemukan. Lelah menunggu, anak-anak yang ditahan ikut membantu pencarian si penjaga yang tak kunjung menemukan anak terakhir.
Kekuatan enam anak untuk mencari satu anak yang bersembunyi masih belum membuahkan hasil. Keadaan sudah terlalu gelap bagi mereka yang masih anak-anak untuk tetap diluar rumah. Dalam bayangan mereka, ibu masing-masing sudah menunggu di pintu depan rumah dengan sendal jepit di tangan siap melemparkannya sesaat mereka terlihat dari arah rumah.
Keputusan akhir mereka akhirnya menyerah, setiap anak pulang ke rumah masing-masing dengan berbagai macam pikiran dalam kepala mereka yang masih kecil. Kemanakah teman mereka bersembunyi, apakah dia dalam bahaya, apakah dedemit yang membawa temannya ke dunia gaib, atau mungkin diculik oleh orang dewasa yang membutuhkan uang. Tentu saja gara-gara ini, keenam sahabat tidak bisa tidur semalaman mengkhawatirkan nasib temannya itu. Mereka terlalu kecil untuk membayangkan horor bahwa sore tadi adalah sore terakhir dia melihat temannya bersembunyi.
***
Di sisi lain kampung, di dalam sebuah rumah kecil dengan cat warna merah muda ada seorang anak yang sedang lahapnya memakan nasi goreng buatan ibunya untuk makan malamnya. Tadi sore dia bermain petak umpet dengan teman-temannya, namun ketika dia harus bersembunyi di sekitar pekarangan kampung, dia memilih untuk pulang ke rumah.
*Ucing sumput artinya Petak umpet dalam bahasa Sunda
Pinter banget si anak itu hahaha. Lebih pinter lagi yang bikin tulis ini, Afir yang nulis bukan? :p Kok bagus banget siiih *dikeplak* bikin penasaran dan bertanya-tanya tentang peristiwa horor. Eh ternyata lagi makan nasi goreng dia :D
BalasHapusTulisan originalku dong, tapi kok Afir sih bukan Arif :(
HapusWaaah ... ini salah satu permainan masa kecil favoritku, mas 😁👍
BalasHapusSeruuu maininnya.
Kalo di Jawa-Tengah, Ucing Sumpit namanya Jilumpet.
Curang itu sih namanya 🤣
BalasHapus@bisot
Hahaha, padahal teman-temannya khawatir ya :D Aku waktu kecil paling takut main petak umpet. Perasaan bakal ketauannya itu lhooo, deg-degan :D
BalasHapusIni kok ceritanya mirip saya sewaktu kecil. Sembunyinya lari kerumah, untuk makan atau mandi. Kelucuan dan kepolosan anal, tanpa merisaukan temannya.
BalasHapusHihihi gemes
BalasHapusJadi inget masa keciiiillll
Update donk ... update :p
BalasHapus