Lagi-lagi hujan. Lagi-lagi basah. Lagi-lagi mati.
Baru saja senyum bertumbuh malu seperti tunas pisang dimusim hujan. Harus mati juga karena hatinya tak siap dengan kenyataan.
Saudagar berlimpah emas mencuri recehan pada jelata. Sang Budak berlomba meludahi jelata berharap Saudagarnya memberi remah sisa makanannya.
Jelata sedih Dunia tak adil. Semesta menginjak-injaknya.
Jelata hanya bisa memdendam pada Saudagar, pada Budak, pada Dunia, pada Semesta.
Saudagar hidup bahagia di dunia yang penuh kedamaian dan menjunjung keadilan.
dan...banjir.
BalasHapuskonklusinya "Saudagar hidup bahagia di dunia yang penuh kedamaian dan menjunjung keadilan"..
BalasHapuskaya kurang pas... dengan narasi sebelumnya
kadang hujan juga nakal... menyembunyikan cerita rindu pada rintik terakhir yang tak pernah kita sadari
BalasHapusassalamualaikum... selamat tahun baru 2020... maaf laa baru sempat nak datang jenguk ke blog ni... insya allah sy akan kembali fokus sama seperti sebelum ini.... harap2 tak serik utk terjah blog sy nanti ya...
BalasHapusHujannn terus nih, apalagi pennyerapan di tanah pun tidak sebagus jaman dlu,.. Sekarang kalo udah ujan deres langsung tergenang dimana mana..
BalasHapus